Merebaknya wabah COVID-19 ini berdampak pada perubahan aktivitas akademik di kampus saya. Salah satunya adalah perkuliahan harus dilakukan secara daring atau online. Perkuliahan daring ini bisa diberikan secara synchronous, di mana perkuliahan dilakukan secara online menggunakan online video meeting tools seperti Webex, Zoom, ataupun Google Meet. Ada juga perkuliahan yang dilakukan secara asynchronous, yakni dosen memberikan materi (biasanya PPT) melalui situs e-learningnya UGM yang bernama elisa dan elok, atau bisa juga diunggah di Google Classroom. Bisa juga kombinasi antara keduanya, materi diunggah di situs e-learning tadi kemudian dilanjutkan dengan diskusi secara online, bisa via whatsapp, chat di classroom, atau juga dengan menggunakan Webex.
Saya sudah sempat mencoba beberapa metode perkuliahan online ini. Salah satunya adalah secara synchronous menggunakan Webex. So far, cukup lancar. Tapi ada banyak kendala yang terjadi dan sangat tergantung dengan kelancaran internet.
Pernah suatu kali, di saat saya semangatnya menjelaskan materi, tiba-tiba ada pesan masuk di WA yang mengatakan kalau suara saya hilang tidak terdengar. Padahal saya cek microphone saya tidak mute. Ternyata, ada masalah dengan koneksi internet di rumah saya. Si Ind***e ternyata ngambek beberapa menit. Padahal tinggal 30 menit lagi perkuliahan akan berakhir. Ya sudahlah, akhirnya kuliah diakhiri saat itu juga.
Pun ketika giliran mahasiswa mengungkapkan pendapatnya di kelas online yang saya jalankan, tiba-tiba si mahasiswa tak terdengar suaranya, kemudian hilang entah ke mana. Usut cerita, ternyata kuota internet mahasiswa yang bersangkutan habis. Yah, memang sangat tergantung dengan koneksi internet, baik dosen maupun mahasiswa.
Dan memang, kuliah menggunakan Webex (atau online video meeting lainnya) ini menghabiskan kuota internet. Kebetulan ada rekan dosen di fakultas lain yang sempat mensurvey, kuliah online menggunakan Webex ini bisa menghabiskan minimal 1 GB kuota internet. Alternatifnya, ya tentunya adalah menonaktifkan penggunaan video, baik di sisi dosen maupun mahasiswa. Dan itu yang biasanya saya lakukan. Ada plus minusnya sih menurut saya. Plusnya, saya tidak perlu bingung harus memakai baju apa untuk mengajar, minusnya saya tidak tahu mahasiswa beneran menyimak atau tidak.
Alternatif lain yang pernah saya coba lagi adalah dengan kombinasi asynchronous. Materi dalam bentuk video sudah saya persiapkan terlebih dahulu kemudian saya upload di channel youtube saya. Materi tentunya tidak hanya powerpoint yang saya berikan “suara” kemudian dijadikan video, tetapi sebisa mungkin saya berikan penjelasan sedetil mungkin terkait materinya, bagaimana proses perhitungannya, dan yang pasti juga adalah ketika mahasiswa menonton videonya nanti, mereka juga mampu mengikutinya dengan baik.
Setelah video terupload di Youtube, kemudian mahasiswa saya minta untuk menonton penjelasan perkuliahan di video tersebut minimal 1 hari sebelumnya. Mahasiswa diminta menyiapkan pertanyaan terkait materi yang kurang jelas. Di hari H perkuliahan, diskusi terkait materi dilakukan (bisa via webex ataupun google classroom) k dilanjutkan dengan kuis kecil melalui google form untuk memastikan pemahaman mahasiswanya.
Cara ini, menurut saya cukup efektif juga untuk mengantisipasi permasalahan terkait kuota internet. Mahasiswa juga bisa mengunduh video perkuliahan dengan ukuran file dari mulai terendah (dengan kualitas video biasa saja) sampai yang HQ sekalipun, menyesuaikan kemampuan kuota internet mahasiswa. Hanya saja, perlu persiapan juga untuk membuat video dengan penyajian yang menarik dan tidak bikin mengantuk.
Semua metode, tentunya ada kelebihan dan kekurangannya. Tapi satu hal yang tidak boleh terlewatkan adalah bagaimana materi perkuliahan yang dibutuhkan mahasiswa bisa tersampaikan tanpa kurang apapun.